Kamis, 08 Juli 2010

MEMILIH PASANGAN HIDUP


MEMILIH PASANGAN HIDUP


Dalam memilih pasangan hidup, tidaklah mudah. Tentu kita harus benar-benar mendapatkan yang pas dengan hati kita dan sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Kalau sampai kita salah dalam memilih, maka kebahagiaan dalam bahtera rumah tangga hanyalah sebatas mimpi.
Pernikahan itu merupakan sesuatu yang sakral, janganlah kamu coba untuk bermain-main. Rencanakanlah dengan matang, jangan sampai semuanya sia-sia.
Kita tentu hanya ingin menikah sekali saja, bukan?
Kita tentu tidak mau ada perceraian, bukan?
Perceraian itu merugikan semua pihak. Terlebih kalau kita telah memiliki anak-anak. Mereka mungkin akan depresi atau mengalami gangguan psikis atau psikomotor.
Jangan sampailah kita bercerai. Toh, masih ada jalan lain selain itu. Kita harus berpikir jernih, apa dampak negatif yang akan kita dapat dan orang-orang di sekitar kita. (malah jadi gak nyambung iki)
Nah, loh! Maka dari itu, ayo kita lebih selektif dalam memilih pasangan hidup, yang nantinya akan menjadi sesorang yang hidup bersama kita dan menjadi orang tua bagi anak-anak kita. Kita wajib mempersiapkan beberapa kriteria khusus untuk calon pendamping kita nantinya.
Untuk memilih pasangan hidup, ada beberapa sifat yang tidak baik untuk dijadikan pasangan hidup, diantaranya yaitu :
1.       IDEALIS
Tidak ada yang salah bila kita memberikan standar tinggi untuk calon pendamping kita. Pendamping yang idealis atau perfeksionis kah yang anda mau? Orang seperti ini harus selalu sempurna semuanya. Kita pasti ingin memiliki pasangan yang benar-benar sempurna. Namun, bagaimana jika standar-standar kesempurnaan itu tidak dapat terealisasikan? Pasti akan muncul masalah-masalah karenanya. Jika dia selalu menuntut segala sesuatunya terlihat sempurna dan tampil sebagai sosok yang perfeksionis, maka kita harus pikir ulang. Apakah kalian mau kalau semua yang kita lakukan harus selalu dituntut sempurna, tidak ada cacat sedikitpun? Selalu saja melakukan semuanya itu dengan sebaik-baiknya, sampai batas yang bisa kita lakukan. Dia tidak akan mentolerir kesalahan sedikitpun, dia tidak suka akan kegagalan dan ketidaksempurnaan. Apakah kita sanggup? Bagaimana dengan anak-anak kita nanti? Mereka akan menjadi kacau dan tidak sadar diri. Terlebih bila mereka merasa gagal, mereka akan depresi karena tidak bisa memenuhi tuntutan orang tua. Mereka juga akan selalu menuntut kesempurnaan dari berbagai pihak.

2.       MATREALISTIS
Tentu kita sudah mengerti bukan dengan sifat ini? Ya, kita tentu tidak mau punya pasangan seperti itu. Yang selalu menghambur-hamburkan uang. Tak menghargai bagaimana kita mencarinya dengan susah payah. Hmmm... bikin kita emosi saja, hehe :-P . Walaupun rejeki gampang dicari, tapi setidaknya kita jangan menghambur-hamburkannya. Kita juga harus melihat untuk kedepannya, karna kita tidak selalu rejekinya lancar toh?
Bagaimana dampaknya bagi anak-anak kita? Tentu mereka akan dimanjakan dengan berbagai materi, sehingga mereka dididik menjadi konsumtif, dan tidak bisa untuk mandiri. Mereka akan selalu mengandalkan orang tuanya. Mereka tidak menghargai orang-orang yang kurang, dan banyak lagi. Contohnya, bisa kita lihat di sinetron-sinetron, hihiii. Bukannya korban sinetron loh! Kebanyakan emang terlalu direkayasa. Tapi, setidaknya dalam sinetron kita bisa memetik hikmahnya (bukannya marah-marah karna geregetan sama si antagonis, he he he)

3.       EGOIS
Bila pasangan hanya memperdulikan dirinya sendiri, dan tidak bisa merubah perilakunya itu, maka kita wajib berpikir kembali. Sudah seharusnya pasangan kita juga harus memiliki rasa cinta dan kasih sayang untuk keluarganya. Keluarga harus menjadi prioritas dalam segala hal.

4.       ACUH
Apakah pasangan kita perhatian sama kita?
Apakah dia selalu merasa khawatir bila tidak ada kabar dari kita?
Apakah dia selalu menjaga kita layaknya perawat ketika kita jatuh sakit?
Apakah dia senang meluapkan rasa cinta dan sayangnya sama kita?
Apakah dia selalu ada untuk kita saat kita benar-benar butuh?
Jika jawabannya tidak, berarti dia merupakan orang yang tidak suka perhatian pada pasangannya dan selalu bersikap acuh tak acuh pada pasangan. Hal ini bisa menjadi pembelajaran sebelum kita memasuki bahtera rumah tangga.

Nah, untuk selanjutnya mungkin kalian bisa menambahkannya sendiri.